Saturday, 21 May 2011
Enam Serdadu
Pada suatu masa, ada seorang pria yang hebat. Dia telah membaktikan diri pada negara dalam perang dan mempunyai keberanian yang luar biasa. Tetapi, pada akhirnya dia dipecat tanpa alasan apapun dan hanya memiliki 3 keping uang logam sebagai hartanya.
"Aku tidak akan diam begitu saja melihat hal ini," katanya, "Tunggu hingga aku menemukan orang yang tepat untuk membantuku, dan raja harus memberikan semua hartanya dari negara, sebelum masalah aku dengan dia selesai."
Kemudian, dengan penuh kemarahan, pria hebat ini masuk ke dalam hutan dan melihat satu orang berdiri disana sedang mencabuti enam buah pohon, seolah-olah pohon-pohon itu adalah tangkai-tangkai jagung. Dan dia berkata kepada orang kuat itu, "Maukah engkau menjadi orangku, dan ikutlah denganku?"
"Baiklah," jawab orang itu, "Aku harus membawa pulang sedikit kayu-kayu ini terlebih dahulu ke rumah ayah dan ibuku." Orang kuat itu lalu mengambil satu persatu pohon tersebut, dan menggabungkannya dengan 5 pohon yang lain, kemudian memanggulnya di pundak, dia lalu berangkat pergi. Segera setelah dia datang kembali, dia lalu ikut bersama pria hebat itu yang menjadi pimpinannya, yang berkata padanya, "Berdua kita bisa menghadapi seluruh dunia."
Dan tidak lama mereka berjalan, mereka bertemu dengan satu orang pemburu yang berlutut pada satu kaki dan dengan hati-hati membidikkan senapannya.
"Pemburu," kata si pemimpin, "apa yang engkau bidik?"
"Dua mil dari sini," jawabnya, "Ada seekor lalat yang hinggap pada pohon Oak, aku bermaksud untuk menembak mata kiri dari lalat tersebut."
"Oh, ikutlah denganku," kata si Pemimpin, "Bertiga kita bisa menghadapi seluruh dunia"
Pemburu tersebut sangat ingin ikut dengannya, jadi mereka semua berangkat bersama, hingga mereka menemukan tujuh kincir angin, yang baling-baling layarnya berputar dengan kencang, walaupun disana tidak ada angin yang bertiup dari arah manapun, dan tak ada daun-daun yang bergerak.
"Wah," kata si Pemimpin, "Aku tidak bisa berpikir apa yang menggerakkan kincir angin itu berputar tanpa angin," dan ketika mereka berjalan sekitar dua mil ke depan, mereka bertemu dengan seseorang yang duduk diatas sebuah pohon, sedang menutup satu lubang hidungnya dan meniupkan napasnya melalui lubang hidung yang satunya.
"Sekarang," kata si Pemimpin, "Apa yang engkau lakukan diatas sana?"
"Dua mil dari sini," jawab orang itu, "disana ada tujuh kincir angin, aku meniupnya hingga mereka dapat berputar."
"Oh, ikutlah denganku," bujuk si Pemimpin, "Berempat kita bisa menghadapi seluruh dunia."
Jadilah si Peniup turun dan berangkat bersama mereka. Dan setelah beberapa saat, mereka bertemu dengan seseorang yang berdiri diatas satu kaki, dan kaki yang satunya yang dilepas, tergeletak tidak jauh darinya.
"Engkau terlihat mempunyai cara yang unik saat beristirahat," kata si Pemimpin kepada orang itu.
"Aku adalah seorang pelari," jawabnya, "Dan untuk menjaga agar aku tidak bergerak terlalu cepat, aku telah melepas sebuah kakiku. Jika aku menggunakan kedua kakiku, maka aku akan jauh lebih cepat dari pada burung yang terbang."
"Oh, ikutlah denganku," kata si Pemimpin, "Berlima kita bisa menghadapi seluruh dunia."
Mereka pun akhirnya berangkat bersama, dan tidak lama setelahnya, mereka bertemu dengan seseorang yang memakai satu topi kecil, dan dia memakainya hanya tepat diatas satu telinganya saja.
"Bersikaplah yang benar! Bersikaplah yang benar!" kata si Pemimpin, "Dengan topi seperti itu, engkau kelihatan seperti orang bodoh."
"Aku tidak berani memakai topi ini dengan lurus," jawabnya lagi, "Jika aku memakainya dengan lurus, akan terjadi badai salju dan semua burung yang terbang akan membeku dan jatuh mati dari langit ke tanah."
"Oh, ikutlah denganku," kata si Pemimpin, "Berenam kita bisa menghadapi seluruh dunia."
Akhirnya orang yang keenam ikut berangkat bersama, hingga mereka mencapai kota dimana raja yang menyebabkan penderitaannya akan memulai pertandingan. Yang mana siapapun yang jadi pemenangnya, akan dinikahkan dengan putrinya. Akan tetapi, siapapun yang kalah, maka akan dibunuh sebagai hukumannya.
Lalu si pemimpin maju ke depan dan berkata, bahwa satu dari orangnya akan mewakili dirinya dalam pertandingan tersebut.
"Kalau begitu," kata raja, "Hidupnya harus dipertaruhkan, dan jika dia gagal, dia dan dirimu harus dihukum mati."
Ketika si pemimpin telah setuju, dia memanggil si pelari, dan memasangkan kakinya yang kedua pada si pelari.
"Sekarang, lihatlah baik-baik," katanya, "Dan berjuanglah agar kita menang," bisik si pemimpin ke kuping si pelari.
Telah disepakati, bahwa siapapun yang paling pertama bisa membawa pulang air dari anak sungai yang jauh dan telah ditentukan itu, akan dianggap sebagai pemenang. Sekarang putri raja dan si pelari masing-masing mengambil kendi air, dan mereka mulai berlari pada saat yang sama.
Tetapi dalam sekejap, ketika putri raja tersebut berlari agak jauh, si pelari sudah hilang dari pandangan, karena dia berlari secepat angin. Dalam sekejap dia telah mencapai anak sungai, mengisi kendinya dengan air dan berlari pulang kembali.
Ditengah perjalanan pulang, dia mulai merasa kelelahan, dan berhenti, menaruh kendinya di lantai dan berbaring di tanah untuk tidur. Agar dapat terbangun secepatnya dan tidak tertidur pulas, dia mengambil sebuah tulang tengkorak kuda yang tergeletak di dekatnya dan menggunakannya sebagai bantal.
Sementara itu, putri raja yang sebenarnya juga pelari yang baik dan cukup handal untuk mengalahkan orang biasa, telah mencapai anak sungai juga, mengisi kendinya dengan air, dan mempercepat larinya untuk pulang kembali. Saat itu dia melihat si pelari yang tengah tertidur pulas di tengah jalan.
"Hari ini adalah milikku," dia berkata dengan gembira, dan dia mengosongkan dan membuang air dari kendi si pelari dan berlari pulang. Sekarang, hampir semuanya telah hilang, tetapi si pemburu yang juga berdiri di atas dinding kastil, dengan matanya yang sangat tajam, mampu melihat semua kecurangan yang terjadi.
"Kita tidak boleh kalah dari putri raja," katanya, dan dia mengisi senapannya, mulai membidik dengan teliti dan menembak tengkorak kuda yang dijadikan bantal dibawah kepala si pelari tanpa melukainya.
Si pelari kaget dan terbangun, lalu dia meloncat berdiri, kemudian melihat kendinya telah kosong dan putri raja sudah jauh berlari pulang ke tempat pertandingan dimulai. Tanpa kehilangan keberaniannya, dia berlari kembali ke anak sungai, mengisi kendinya kembali dengan air, dan berhasil lari pulang kembali 10 menit sebelum putri raja tiba.
"Lihat," katanya, "Ini adalah pertama kalinya aku benar-benar menggunakan kakiku ini untuk berlari."
Raja menjadi jengkel, dan putrinya lebih jengkel lagi, karena dia telah dikalahkan oleh serdadu biasa yang telah dipecatnya. Mereka berdua sepakat untuk menyingkirkan serdadu beserta pengikutnya bersama-sama.
"Aku punya rencana," jawab Sang Raja, "Jangan takut, tetapi kita harus mendiamkan mereka selama-lamanya." Kemudian mereka menemui serdadu dan pengikutnya, mengundang mereka untuk makan dan minum, lalu Sang Raja memimpin mereka menuju ke sebuah ruangan yang lantainya terbuat dari besi, pintunya juga terbuat dari besi, dan di jendelanya terdapat rangka-rangka besi. Di dalam ruangan itu, ada sebuah meja yang penuh dengan makanan.
"Sekarang, masuklah ke dalam dan buatlah dirimu senyaman mungkin disana," kata Sang Raja.
Ketika serdadu dan pengikutnya semua masuk, dia mengunci pintu tersebut dari luar. Dia kemudian memanggil tukang masak, dan menyuruhnya untuk membuat api yang sangat besar dibawah ruangan tersebut, hingga lantai besi menjadi sangat panas.
Tukang masak tersebut, melakukan apa yang diperintahkan oleh Raja. Keenam orang di dalamnya mulai merasakan ruangan menjadi panas, tapi berpikir bahwa itu karena makanan yang mereka makan.
Seiring dengan suhu ruangan yang lama-kelamaan bertambah panas, mereka baru menyadari, bahwa pintu dan jendela telah di kunci rapat. Mereka menyadari rencana jahat Sang Raja untuk membunuh mereka.
"Bagaimanapun juga, dia tidak akan pernah berhasil," kata laki-laki dengan topi kecil, "Aku akan membawa badai salju yang akan membuat api merasa malu pada dirinya sendiri dan merangkak pergi."
Dia lalu memasang topinya lurus diatas kepala, dan secepat itu badai salju datang dan membuat semua udara panas menjadi hilang seketika dan semua makanan yang ada, menjadi beku di atas meja.
Setelah satu dua jam berlalu, Raja menyangka mereka telah terbunuh karena kepanasan, dan menyuruh untuk membuka kembali pintu ruangan tersebut, dan masuk kedalam untuk melihat keadaan mereka.
Ketika pintu terbuka lebar, mereka berenam ternyata selamat dan terlihat mereka telah siap untuk keluar untuk menghangatkan diri, karena ruangan tersebut terlalu dingin yang menyebabkan semua makanan yang ada di meja menjadi beku.
Dengan penuh kemarahan, raja mendatangi si tukang masak, mencaci maki, dan mempertanyakan mengapa tukang masak itu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkannya tadi.
"Ampun Baginda Raja, ruangan tersebut sudah cukup panas, Baginda mungkin bisa melihatnya sendiri," kata tukang masak ketakutan. Sang Raja melihat kebawah ruangan besi tersebut dan melihat api yang berkobar-kobar di bawahnya.
Dia mulai berpikir, bahwa keenam orang itu tidak dapat disingkirkan dengan cara itu. Lalu dia mulai memikirkan rencana baru. Dia memanggil serdadu yang menjadi pemimpin tersebut dan berkata kepadanya, "Jika engkau tidak ingin menikahi putriku dan memilih harta berupa emas, engkau boleh mengambilnya sebanyak yang kau mau."
"Baiklah, tuanku Raja," jawab si Pemimpin, "Biarkan hamba mengambil emas sebanyak yang dapat dibawa oleh pengikut hamba, dan hamba tidak akan menikahi putri Baginda."
Raja setuju, dan menyuruh si pemimpin datang kembali dalam dua minggu untuk mengambil emas yang telah dijanjikannya. Si pemimpin memanggil semua penjahit yang ada di kerajaan tersebut, dan menyuruh mereka untuk membuat karung yang sangat besar dalam dua minggu.
Dan ketika karung itu telah siap dibuatkan, si orang kuat (yang dijumpai pertama kali sedang mencabut dan mengikat pohon-pohon), memanggul karung yang sangat besar tersebut di pundaknya dan menghadap Sang Raja.
"Siapa orang yang membawa buntalan sebesar rumah di pundaknya ini?" teriak Sang Raja ketakutan, karena memikirkan banyaknya emas yang bisa dibawanya pergi. Dan satu ton emas yang biasanya diseret oleh 16 orang kuat, hanya di panggulnya di pundak dengan satu tangan.
"Mengapa tidak engkau bawa lebih banyak lagi? Emas ini hanya menutupi dasar dari kantung ini!" Jadi raja menyuruh untuk mengisinya perlahan-lahan dengan seluruh kekayaannya. Walaupun begitu, kantung tersebut belum terisi setengah penuh.
"Bawa lebih banyak lagi!" teriak si kuat, "Harta-harta ini belum berarti apa-apa!" Kemudian akhirnya 7000 kereta yang dimuati dengan emas yang dikumpulkan dari seluruh kerajaan, berakhir dan masuk ke dalam karungnya.
"Kelihatannya belum terlalu penuh," katanya lagi, "Tetapi aku akan membawa apa yang bisa kubawa." Walaupun dalam karung tersebut masih tersedia ruangan yang kosong.
"Aku harus mengakhirinya sekarang," katanya, "Jika tidak penuh, sepertinya lebih mudah untuk mengikatnya." Lalu orang kuat itu menaikkan karung tersebut dipunggungnya dan berangkat pergi bersama dengan teman-temannya.
Si peniup meniup pasukan yang mengejar mereka. Ketika Sang Raja melihat semua kekayaan dari kerajaanya dibawa hanya oleh satu orang saja, dia merasa sangat marah, dan dia memerintahkan pasukannya untuk mengejar keenam orang itu dan merampas kembali karung itu dari si kuat.
Dua pasukan kuda segera dapat mengejar mereka, memerintahkan keenam orang itu untuk menyerah dan menjadi tawanan, dan mengembalikan kembali karung harta itu atau dibunuh.
"Menjadi tawanan katamu?" kata orang yang bisa meniup, "Mungkin kalian perlu menari-nari di udara dulu bersama-sama," dan menutup satu lubang hidungnya, dan meniupkan napas melalui lubang yang satunya, pasukan tersebut beterbangan melewati atas gunung.
Tetapi komandan yang memiliki sembilan luka dan merupakan orang yang pemberani, memohon agar mereka tidak dipermalukan. Si Peniup kemudian menurunkannya perlahan-lahan dan memerintahkan agar mereka melaporkan ke Sang Raja, bahwa pasukan apapun yang dikirimkan untuk mengejar mereka, akan mengalami nasib yang sama dengan pasukan ini.
Dan ketika Sang Raja mendapat pesan tersebut, dia berkata, "Biarkanlah mereka, mereka mempunyai hak atas harta itu."
Akhirnya keenam orang itu membawa pulang harta mereka, membagi-bagikannya, dan hidup senang sampai akhir hayat mereka.
.: Brothers Grimm :.
(",)v
Labels:
Dongeng
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
No comments:
Post a Comment
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”