Friday 2 August 2013

Misteri Sejarah 1 Juni Keramat Sebagai Hari Lahirnya "Pancasila"




Sesuatu yang lahir, pasti ada waktunya. Begitu pula dengan "Pancasila" yang waktu lahirnya ialah pada tanggal 1 Juni. Tanggal ini sesungguhnya sangatlah penting sekali peranannya bagi para manusia yang terlahir dan bernapas di negeri bernama Indonesia, karena pada hari tersebut lahirlah dasar negara, pemersatu jiwa-jiwa yang ada dari Sabang sampai Marauke, Hari Lahirnya "Pancasila".

Perdebatan pun lantas terjadi dalam tanggal 1 Juni keramat ini, karena penetapannya dilakukan pada saat rezim Soeharto. Dan setelah reformasi 1998, timbul banyak gugatan tentang hari lahirnya Pancasila yang sebenarnya. Dalam hal ini, terdapat tiga tanggal yang berhubungan dengan hari lahirnya Pancasila, yaitu tanggal "1 Juni 1945", tanggal "22 Juni 1945", dan tanggal "18 Agustus 1945".

Lantas, mengapa dipilih tanggal 1 Juni?

Tanggal 1 Juni 1945 merupakan tanggal dimana kata "Pancasila" pertama kali diucapkan oleh Ir. Soekarno (ketika itu belum menjadi Presiden RI) pada saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / Dokuritsu Junbi Cosakai).

Lalu mengapa diperdebatkan dengan tanggal 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945?

Lima butir "Pancasila" muncul beberapa minggu kemudian dalam Piagam Jakarta yang bertanggal 22 Juni 1945, dan belum ada sama sekali terdapat kata "Pancasila" disini. Rumusan yang selanjutnya dijumpai pada rumusan final Pancasila yang dikenal oleh rakyat Indonesia itu, juga muncul dalam Mukadimah atau Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konsititusi negara Republik Indonesia. Namun, sekali lagi di dalam Mukadimah ini pun tidak ditemui kata "Pancasila".

Meski ada keterkaitannya dengan tanggal 22 Juni dan 18 Agustus diatas, disini tidak akan dibahas lebih jauh soal dua tanggal tersebut, namun dari uraian di atas bisa diambil kesimpulan, bahwa kata "Pancasila" itu sesungguhnya lahir pada tanggal "1 Juni 1945".

Pada saat BPUPKI menggelar dua kali sidang, sidang pertama dibuka pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 di gedung Cuo Sangi In dan sidang kedua pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. Sidang pertama menetapkan Dasar Negara Pancasila dan sidang kedua menetapkan rancangan UUD 1945.

Dalam sidang pertama, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Mohamad Yamin mengucapkan pidato yang berisi tentang asas-asas yang diperlukan sebagai dasar negara. Pada sidang tanggal 31 Mei, Prof. Dr. Soepomo juga mengungkapkan uraian tentang dasar-dasar negara.

Dan pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengajukan pemikirannya sebagai berikut :

"Dasar negara, yakni dasar untuk di atasnya didirikan Indonesia Merdeka, haruslah kokoh kuat sehingga tak mudah digoyahkan. Bahwa dasar negara itu hendaknya jiwa, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Dasar negara Indonesia hendaknya mencerminkan kepribadian Indonesia dengan sifat-sifat yang mutlak keindonesiaannya dan sekalian itu dapat pula mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, aliran, dan golongan penduduk. (Rahayu Minto,?:37)

Dalam pidato tersebut, Ir. Soekarno juga mengemukakan dan mengusulkan lima prinsip atau asas yang sebaik-baiknya dijadikan dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu :

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisasi atau peri kemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan
  5. Ketuhanan

Kata "Pancasila" kemudian akhirnya muncul dalam pidato tersebut :

"Dasar negara yang saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya menamakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa (Muhammad Yamin) namanya Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi.(Minto, ibid.)


Indonesia Dan Sosialisme




Apabila ditelusuri kisah dibalik lahirnya Pancasila, maka bisa timbul rasa kaget, betapa paham sosialis begitu kuatnya dalam hal ini. Mungkin bagi kalangan konservatif, bisa jadi hal ini akan di debat, bahwa hanya paham teokratis (pemerintahan Tuhan) yang paling pantas berada di bumi Nusantara ini.

Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain :

"Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917.”

Dapat dipetik sebuah kesimpulan pernyataan diatas, bahwa Bung Karno sejak kecil sudah terpengaruh oleh pemahaman dari seorang sosialis bernama A. Baars. Kemudian Bung Karno melanjutkan pernyataannya :

"Akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh “The THREE people’s Principles” itu.” 

Pernyataan ini pun memperkuat kesimpulan sebelumnya, bahwa lewat tulisan Dr. Sun Yat Sen, Bung Karno menemukan ideologi yang menunjang kosmopolitanisme A. Baars yang dipahami sebelumnya. Tidak selesai sampai disitu, Bung Karno melanjutkan lagi pernyataannya :

"Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”

Maka, tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh kosmopolitanisme (internasionalisme) karya A. Baars dan San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada era tahun 1917 dan 1918 saat ia masih duduk di bangku sekolah H.B.S benar-benar sungguh mendalam.

Akan tetapi, kolaborasi antara perpaduan inilah yang akhirnya melahirkan buah pemikiran dasar negara paling sakti di dunia : "Pancasila". Tentunya, daya pengamatan yang sangat tajam dari seorang Ir. Soekarno terhadap kondisi serta sejarah bangsa ini, menjadi landasan kuat di dalamnya.

Dan, Pancasila sendiri mencakup semua kepribadian luhur dari seluruh suku yang ada di Indonesia. Bukan hanya liberte, egalite, fraternite (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan/persatuan) saja, akan tetapi sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" merupakan bukti sisi religiositas nenek moyang bangsa Indonesia.

Lalu, mengapa pada saat ini, rumusan negara yang sangat luhur tersebut seakan-akan telah lenyap ditelan oleh kebencian terhadap kepercayaan lain? (Sila Pertama), Keadilan yang semakin menghilang di gedung pengadilan? (Sila Kedua), Konflik antar kampung, antar suku, antar sekolah? (Sila Ketiga), Saling menjatuhkan antara partai politik? (Sila Ke-empat), dan terakhir (Sila Kelima) : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, masih adakah manakala golongan kaya dan berkuasa semakin makmur, sementara orang-orang miskin kian terpuruk tak berdaya dan tertindas?


Dengan demikian, sebagai manusia yang terlahir di bumi pertiwi Indonesia, alangkah baiknya merenungi kembali "Hari Lahirnya Pancasila - 1 Juni", bahwa Pancasila terlahir dari keluhuran seluruh bangsa Indonesia di dalam mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah air Indonesia, agar senantiasa : aman, damai, adil dan makmur. 

(",)v




Sumber : siradel.blogspot.com

1 comment:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”

Powered by Blogger.