Monday, 5 December 2011
Kisah Abu Nawas Dan Harimau Berjenggot
“Hai Abu Nawas,” seru Khalifah Harun Al-Rasyid. “Sekarang juga kamu harus dapat mempersembahkan kepadaku seekor Harimau berjenggot, jika gagal, aku bunuh kau!”
Kata-kata itu merupakan perintah Sultan yang diucapkan dengan penuh ketegasan dan kegeraman. Dari bentuk mulutnya, ketika mengucapkan kalimat itu, jelas betapa Sultan menaruh dendam kesumat kepada Abu Nawas yang telah berkali-kali mempermainkan dirinya dengan cara-cara yang sangat kurang ajar. Perintah itu merupakan cara Baginda untuk dapat membunuh Abu Nawas.
“Ya tuanku Syah Alam” jawab Abu Nawas. “Semua perintah paduka akan hamba laksanakan, namun untuk yang satu ini hamba mohon waktu delapan hari.”
“Baik!” kata Baginda.
Alkisah, pulanglah Abu Nawas ke rumahnya. Agaknya ia sudah menangkap gelagat, bahwa Raja sangat marah kepadanya. “Dicarinya akal supaya dapat mencelakakan diriku, agar terbalas dendamnya,” pikir Abu Nawas dalam hati. “Jadi, aku pun harus berhati-hati.”
Sesampainya di rumah, dipanggilnya emapat orang tukang kayu, dan disuruhnya untuk membuat kandang macan. Hanya dalam waktu tiga hari, kandang itu pun siap sudah.
Kepada istrinya ia berpesan, agar menjamu orang yang berjenggot yang datang kerumah. “Apabila adinda dengar kakanda mengetuk pintu kelak, suruh dia masuk kedalam kandang itu” kata Abu Nawas menerangkan sambil menunjuk kandang tersebut.
“Baiklah kakanda” kata istrinya.
Kemudian setelah itu, Abu Nawas bergegas pergi ke Mushalla dengan membawa sajadahnya.
“Hai Abu Nawas, tumben kau shalat di sini?” bertanya Imam dan penghulu mushalla itu.
“Sebenarnya saya mau menceritakan hal ini kepada orang lain, tapi kalau tidak kepada tuan penghulu, kepada siapa lagi saya mengadu” jawab Abu Nawas. “Tadi malam saya ribut dengan istri saya, itu sebabnya saya tidak mau pulang ke rumah.”
“Pucuk dicinta, ulam tiba” pikir penghulu itu. “Kubiarkan Abu Nawas tidur disini, dan aku pergi ke rumah Abu Nawas menemui istrinya, sudah lama aku menaruh hati kepada perempuan cantik itu.”
“Hai Abu Nawas” kata si penghulu, “Bolehkah aku menyelesaikan perselisihan antara kau dengan istrimu itu?”
“Silahkan” jawab Abu Nawas. “Hamba sangat berterima kasih atas kebaikan hati tuan.”
Maka pergilah penghulu ke rumah Abu Nawas dengan hati yang berbungan-bunga, dan dengan wajah berseri-seri, diketuknya pintu rumah Abu Nawas. Begitu pintu terbuka, ia langsung mengamit istri Abu Nawas dan diajaknya duduk bersanding.
“Wahai Adinda..” katanya. “Apa gunanya punya suami jahat dan melarat, lagi pula Abu Nawas hidupnya tak karuan, lebih baik kamu jadi istriku, kamu dapat hidup senang dan tidak kekurangan suatu apa pun.”
“Baiklah kalau keinginan tuan demikian” jawab istri Abu awas.
Tak berapa lama kemudian terdengar pintu diketuk orang, ketukan itu membuat penghulu belingsatan,“Kemana aku harus bersembunyi?!” ia bertanya kepada nyonya rumah.
“Tuan penghulu….” Jawab istri Abu Nawas, “Silahkan bersembunyi di dalam kandang itu” ia lalu menunjuk kandang yang terletak di dalam kamar Abu Nawas.
Tanpa pikir panjang lagi, penghulu itu masuk ke dalam kandang itu, dan menutupnya dari dalam, sedangkan istri Abu Nawas segera membuka pintu. Sambil menengok ke kiri-kanan, Abu Nawas masuk ke dalam rumah.
“Hai Adinda, apa yang ada di dalam kandang itu?” tanya Abu Nawas.
“Tidak ada apa-apa” jawab istrinya. “Apa putih-putih itu?” tanya Abu Nawas, lalu dilihatnya penghulu itu gemetar, karena malu dan ketakutan.
Setelah delapan hari, Abu Nawas memanggil delapan kuli untuk memikul kandang itu ke Istana.
Di Bagdad orang gempar ingin melihat Harimau berjenggot. Seumur hidup, jangankan melihat, mendengar Harimau berjenggot pun belum pernah. Kini Abu Nawas malah dapat seekor. Maka mereka pun terheran-heran akan kehebatan Abu Nawas.
Tetapi begitu dilihat penghulu di dalam kandang, mereka tidak bisa bilang apa-apa, selain mengiringi kandang itu sampai ke Istana, hingga menjadi arak-arakan yang panjang. Si penghulu malunya bukan main, arang dimuka kemana hendak disembunyikan. Tidak lama kemudian, sampailah iring-iringan itu ke dalam Istana.
“Hai Abu Nawas, apa kabar?” tanya Baginda Sultan, “Apa kamu sudah berhasil mendapatkan Harimau berjenggot?”
“Dengan berkat dan doa tuanku, Alhamdulillah, hamba berhasil mendapatkannya” jawab Abu Nawas.
Maka dibawalah kandang itu ke hadapan Baginda, ketika Baginda hendak melihat harimau tersebut, si penghulu memalingkan mukanya ke arah lain dengan muka merah padam karena malu, akan tetapi kemanapun ia menoleh, kesitu pula Baginda memelototkan matanya.
Tiba-tiba Baginda menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub, sebab menurut penglihatan beliau, yang ada di dalam kandang itu adalah penghulu Mushalla. Abu Nawas buru-buru menimpali,“Ya tuanku, itulah Harimau berjenggot yang tuan minta.”
Tapi baginda tidak cepat tanggap, beliau termenung sesaat, kenapa penghulu dikatakan Harimau berjenggot? Tiba-tiba, baginda bergoyang ke kiri dan ke kanan, seperti orang berdoa,“Hm.. hm.. hm.. Oh penghulu rupanya…”
“Ya tuanku Syah Alam,” kata Abu Nawas, “Perlukah hamba memberitahukan kenapa hamba dapat menangkap Harimau berjenggot ini di dalam rumah hamba sendiri?”
“Ya, ya” ujar Baginda sambil menoleh ke kandang itu dengan mata berapi-api. “Ya, aku maklum sudah!”
Bukan main murka baginda kepada penghulu itu, sebab ia yang semestinya menegakkan hukum, ia pula yang melanggarnya, ia telah berkhianat. Baginda segera memerintahkan punggawa mengeluarkan penghulu dari kandang, dan diarak keliling pasar, setelah sebelumnya, jenggot Harimaunya dicukur segi empat, agar diketahui oleh seluruh rakyat, betapa aibnya orang yang berkhianat.
(",)v
Sumber : siradel.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”