Thursday, 27 June 2013

Kisah Abu Nawas Dan Raja Dijadikan Budak


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuiu_HRxvkUNP5prWKZ9PMCrx1ugmWgvjw2juHxEvZlBh4Rmi23ndKhux_b8EbdpoBgFen95ZzkdMJyl-7-IS4wCPgDLTGd01xVpFtw-PvZKlKaYEVLNYT9AVYbypshMM2HKSZh8TulrYd/s1600/budak-2.jpg

Kadangkala, untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.


Dengan tekad yang amat bulat dan membara, Abu Nawas merencanakan menjumpai Baginda Raja Harun Al Rasyid. Karena menurut Abu Nawas, hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas mengerjai Baginda Raja.

Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid, "Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia."

"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung tertarik.

"Sesuatu yang hamba yakin, belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia." kata Abu Nawas meyakinkan.

"Kalau begitu, cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya." kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Tetapi Baginda..." Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya.

"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.

"Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa, maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu Nawas.

Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat biasa, seperti yang diusulkan Abu Nawas. Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.

Setibanya di hutan, Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu, Abu Nawas menemui seorang badui yang pekerjaannya menjual beli budak. Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh.

Abu Nawas beralasan, bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya. Maka dari itu, Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan, ia merasa cocok. Abu Nawas pun lantas membuatkan surat kuasa yang menyatakan, bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu.

Abu Nawas lalu pergi, begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu. Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ, ketika pedagang budak menghampirinya. Dia belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.

"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.

"Aku adalah tuanmu sekarang!" kata pedagang budak itu agak kasar.

Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.

"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.

"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya." kata pedagang budak dengan kasar.

"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" tanya Baginda makin murka.

"Ya!" bentak pedagang budak.

"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda geram.

"Tidak dan itu tidak perlu!" kata pedagang budak seenaknya.

Lalu kemudian dia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu. Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu, sehingga memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.

"Ayo kerjakan!" perintah pedagang budak dengan wajah sangar.

Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.

"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh
bodoh sekali!" pedagang budak tampak jengkel.

Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang, hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. Dia mencoba membelah, namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si badui.

"Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja
keras terlebih dahulu. Wah, lama-lama aku tak tahan juga kalau seperti ini." gumam Sultan Harun Al Rasyid.

Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah. Dia merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh ini dari Abu Nawas.

"Hai badui! Cukup! Hentikan semua ini! Aku sudah tak tahan lagi!" Baginda tampak berang.

"Kurang ajar! Kau budakku harus patuh kepadaku!" kata badui itu sembari memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang selama ini, menjerit keras kesakitan saat dipukul dengan kayu.

"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid!" kata Baginda sambil
menunjukkan tanda kerajaannya.

Pedagang budak itu kaget setengah mati dan mulai mengenal Baginda Raja. Dia pun langsung menjatuhkan diri ke tanah, sembari menyembah Sang Baginda Raja. Baginda Raja mengampuni pedagang budak itu, karena dia memang tidak tahu. Tetapi, kepada Abu Nawas, Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.

(",)v




Sumber : siradel.blogspot.com

1 comment:

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”