Saturday, 15 June 2013

Kisah Abu Nawas Mengobati Penyakit Aneh Seorang Pangeran



Seorang pangeran di negeri tetangga, sedang mengalami sebuah penyakit aneh. Puluhan tabib telah dikerahkan untuk menyembuhkan sang pangeran. Namun, apa yang terjadi sungguh mengherankan, karena jangankan mengobati penyakit pangeran, mengetahui penyakitnya saja tidak tahu.


Para tabib yang terkenal menyerah tanpa syarat dan tidak bisa berbuat banyak. Maka tak ada jalan keluar, kecuali mengadakan sebuah sayembara. Sang Raja, ayah si pangeran, memerintahkan agar sayembara diumumkan secepatnya. Sayembara ini boleh di ikuti oleh rakyat dari semua lapisan, tak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga.

Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan ini dalam waktu beberapa hari saja berhasil menyerap ratusan peserta. Namun, tetap saja, dari ratusan peserta itu, tak ada satu pun dari mereka yang berhasil mengobati sang pangeran.

Akhirnya, sebagai sahabat dekat, Baginda Raja Harun Al-Rasyid menawarkan jasa baik untuk menolong sang putra mahkota. Baginda Harun Al-Rasyid mengatakan, bahwa salah seorang rakyatnya yang bernama Abu Nawas mungkin bisa menolong, karena selama ini belum pernah ada masalah yang tidak berhasil dipecahkannya.


Raja sahabat Baginda Harun Al-Rasyid menerima usul itu dengan penuh harapann. Abu Nawas pun segera diundang ke negeri tetangga dan harus mentaati perintah Baginda Raja Harun Al-Rasyid. Jika tidak, maka kepalanya akan dipotong alias kena hukuman pancung.

Abu Nawas sadar sesadar-sadarnya, bahwa dirinya bukanlah seorang tabib. Maka dari itu, ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana tercengang menyaksikannya, karena Abu Nawas yang datang ke istana tanpa peralatan yang mungkin diperlukan.

Mereka berfikir, mungkinkah orang semacam Abu Nawas ini bisa mengobati penyakit sang pangeran. Sedangkan para tabib yang terkenal dengan perlengkapan lengkap saja, tidak mampu mengobati penyakit sang pangeran, bahkan penyakitnya saja tidak diketahui.

Semua pandangan tertuju ke Abu Nawas, namun Abu Nawas tidak begitu memperdulikannya.
Abu Nawas dipersilahkan memasuki kamar sang pangeran yang sedang terbaring lesu. Ia pun menghampiri pangeran dan duduk di sisinya.

Setelah Abu Nawas dan pangeran saling berpandangan beberapa saat, Abu Nawas berkata,
"Saya membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering menyusuri pelosok negeri."

Dan orang tua yang di inginkan Abu Nawas didatangkan. "Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah selatan," perintah Abu Nawas kepada orang tua itu.

Ketika orang tua itu menyebutkan nama-nama desa bagian selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya di dada sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan agar menyebutkan bagian utara, barat, timur, dan selatan.

Setelah semua bagian negeri disebutkan, Abu Nawas mohon agar diizinkan untuk mengunjungi sebuah desa di sebelah utara. Raja pun merasa heran. "Engkau ku undang kesini bukan untuk bertamasya," kata Raja.

"Hamba tidak bermaksud berlibur yang mulia," jawab Abu Nawas.

"Tetapi aku belum paham wahai Abu Nawas," kilah Raja.

"Maafkan hamba paduka yang mulia, rasanya kurang bijaksana kalau hamba jelaskan hal ini sekarang," jawab Abu Nawas.

Raja pun akhirnya memberi ijin kepada Abu Nawas untuk pergi ke desa sebelah utara. Selama 2 hari Abu Nawas pergi, dan sekembalinya ke istana, dia langsung menemui sang pangeran.

Abu Nawas membisikkan sesuatu ke telinga pangeran, kemudian menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Lalu Abu nawas menghampiri Sang Raja.


"Apakah yang Mulia masih menginginkan sang pangeran tetap hidup?" tanya Abu Nawas.

"Apa maksudmu?" balas Raja bertanya.

"Sang pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini," jelas Abu Nawas.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Raja.

"Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebutkan, tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara negeri ini. Dan sang pangeran tidak berani mengutarakannya kepada baginda."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Raja.

"Mengawinkan pangeran dengan gadis desa itu." jelas Abu Nawas.

"Kalau tidak?" kata Raja penuh ragu.

"Cinta itu buta Baginda, bila kita berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati." jelas Abu Nawas lagi.

Rupanya saran Abu Nawas tidak bisa ditolak oleh Raja. Sang Pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan pewaris tunggal kerajaan.

Abunawas benar. Begitu mendengar persetujuan Sang Raja, sang pangeran pun berangsur-angsur pulih dari sakitnya. Sebagai tanda terima kasih, Raja memberi Abu Nawas sebuah permata yang amat indah.

(",)v




Sumber : siradel.blogspot.com

1 comment:

“Hello friend, jika artikel di atas menarik menurut kamu, jangan lupa berikan sepatah dua patah kata komentarnya ya.”